Farah Button Turut Berdayakan UMKM Konveksi di Yogyakarta
Fashion.Highlight.ID – Berjualan baju sisa ekspor merek ternama dilakukan oleh Suta Mahesa ketika ia dan istrinya harus bertahan hidup di Yogyakarta. Padahal, ia sama sekali belum punya pengalaman bisnis fashion sebelumnya. Maklum saja, pemilik Farah Button ini dulunya merupakan salesman sebuah perusahaan di Jakarta yang bergerak di industri perhotelan.
Bermodalkan uang Rp12 juta, ia mendatangkan aneka model baju branded seperti H&M dan Zara dari Jakarta lalu menjualnya di Jogja City Mall. Suta sama sekali tak menyangka, masih banyak masyarakat Jogja yang belum mengenal merek-merek tersebut waktu itu.
Tak putus asa, ia pun lantas menjelaskan kepada pengunjung mall bahwa produk-produk yang dijualnya dalam kondisi baru dan merupakan merek internasional. Barang dagangannya pun laris terjual, keuntungan yang didapat hampir 100 persen. Sebulan pameran di Jogja City Mall, ia pindah ke Galeria Mall untuk melanjutkan bisnisnya.
Baca Juga:
Pernah Gagal Berkali-kali, Febri Sukses Jalankan Bisnis Tas Kulit Bermotif Batik
Hampir sama seperti sebelumnya, ia menyewa stand di Galeria Mall agar ia bisa berjualan. Namun kali ini Suta berpikir untuk membuat koleksi baju wanita sendiri dengan label Farah Button. Merek tersebut disandingkan dengan merek-merek baju sisa ekspor yang ia punyai.
“Kita beli bahan, (lalu) bahan itu kita jahit sendiri dengan model yang kita suka,” kata Suta kepada Fashion.Highlight.ID. Karena lebih laku, semua produk yang dijual akhirnya menggunakan label Farah Button. Ia tidak lagi berjualan produk-produk fesyen sisa ekspor. Kini, Farah Button mempunyai sejumlah toko di daerah Kledokan, Ambarrukmo Plaza (Amplaz), dan Sleman City Hall (SCH).
Suta yang belajar tentang fashion secara otodidak mengatakan, “Berapa kali saya bongkar baju. Jadi, baju yang saya suka itu saya bongkar supaya tahu teknik pembuatan dan polanya. Akhirnya, saya tahu detail-detailnya dan saya buat.”
Dalam proses produksi, Farah Button melibatkan beberapa tempat konveksi. Bahkan, Suta rela meminjamkan mesin-mesin jahit kepada mereka yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19. Hal ini sekaligus merupakan upaya Farah Button untuk memberdayakan pelaku UMKM di wilayah Yogyakarta.
Baca Juga:
Kisah Pemilik Farah Button, Pernah Nginap di SPBU Hingga Punya Toko Fashion
Berkembangnya internet memungkinkan para pebisnis untuk berjualan online. Namun bagi Suta, itu malah lebih sulit dibandingkan berjualan melalui butik fisik. “Pada saat kita masuk marketplace, banyak banget yang jual ‘foto’, barang tidak sesuai dengan harga yang sangat murah. Sedangkan kita tidak semurah itu jual baju,” sambungnya.
“Kita lihat dari cost (produksi) semuanya, kita kasih bahan yang terbaik, jahitan juga yang bagus dan kita nggak bisa jual seperti orang-orang di marketplace,” jelas dia. Menurutnya, penjualan di media sosial seperti Instagram lebih bagus daripada di marketplace karena pelanggan umumnya sudah pernah membeli sebelumnya.
Untuk menjalankan bisnis fashion, yang diperlukan adalah keberanian untuk mencoba. Suta menyarankan agar tidak takut menghadapi kegagalan dan lebih fokus pada kesuksesan. “Pada saat kita mencoba sesuatu hal yang baru, bisnis baru, pikirkan kita lakukan yang terbaik,” tutupnya.